Assalamualaikum
warahmatullohi wabarakatuh
Alhamdulillah,Alhamdulillahi
Al-kariimi Al-kholaaq, washolaatu wassalaamu ‘alaa Sayyidina Muhammad Wa ‘alaa
Alihi wa Shohbihi Ajma’in, Amma ba’du.
Di hari
yang semoga penuh berkah ini, di tempat yang InsyaAllah penuh dengan para insan
yang merindu dan dirindu Allah, marilah kita panjatkan segala puji kepada Allah
yang mencipta seluruh alam dan yang menggenggam segala takdir dalam hidup kita,
termasuk nafas yang sedang kita hembuskan, ni’matnya, rezekinya yang betapapun
basah lisan memuji,Allah tetap diatas pujian itu.
Alhamdulillah,
syukur ‘alaa ni’matillah, tiada keindahan diatas keindahan selain Allah.
Sholawat
serta salam tak lupa kita haturkan kepada kekasih Allah, Rosululloh SAW. yang
telah membawa kita dari zaman kejahilan hingga zaman yang terang ilmu ini.
Yang
syafa’atnya diharapkan setiap insan, setiap yang merindu bersanding dengannya.
Subhanalloh, utusan Allah dengan segala uswatun hasanahnya.
Pada
kesempatan kali ini, saya akan memberikan beberapa patah kata, dengan niat
lillah dan niat mengamalkan hadits rosululloh “Ballighu ‘anniy walau ayatan”
karena tiadalah lagi yang bisa saya harapkan dari kebodohan ini selain mau dan
mampu memberi kemanfaatan, sekali lagi, walau satu ayat. InsyaAllah.
Bicara
tentang kemanfa’atan, Tak lain lagi saya hanya akan menyampaikan apa yang saya
tahu.
Pada
saat itu, kiranya tak jarang saya bersama K.H. Abu Hamid. Beliau adalah
pengasuh pon-pes Al-Ikhsan Beji. Kyai yang sangat menjunjung tinggi kemanfaatan
dunia akhirat, terbukti beberapa acara beliau yang saya ikuti, seperti
perpisahan MTs Al-Ikhsan beliau mengucapkan 3 kali kalimat “Manfangati dunia
lan akhirat” sejak awal hingga akhir ‘dawuhnya’ .
Pernah
sesekali beliau ‘dawuh’ kepada saya, sambil membuka kitab yang baru saja saya
khatamkan di pesantren At-Taujieh Leler Banyumas “Ilmu itu tidak hanya disini
(menunjuk hati) tapi juga disini (menunjuk kepala). ”
“Disebarkan..”
Lanjutnya.
Saat
itu, yang bisa saya tangkap adalah bahwa ilmu yang sudah kita dapat, harus
terus diingat, dipahami dan diamalkan.
Pernah
sesekali saya jumpai beliau sedang menulis sholawat –entah sholawat apa
namanya, saya lupa- yang kata beliau, beliau lupa bacaannya, beliau lantas
berpesan kepada saya “nak wis maju, sing mburi aja d lalikna, salah kue.” Yang
artinya bila sudah maju, yang belakang jangan dilupakan.
“Cobaane
ya ngono,lagi nggo awak dewek apal, tapi pas arep d wulangna malah lali. Ilmu
kue sing gadah pangeran, udu menungso.” Bahwa Cobaan ya seperti itu, sedang
buat sendiri hafal tapi pas akan d amalkan malah lupa, Ilmu itu yang punya
Allah, bukan manusia.
Subhanalloh,
bila melihat sesepuh Romo Kyai saja masih mau menyadari dan mengakui, bahwa
Ilmu itu milik Allah.
Malulah
bila kita yang bila ilmunya dibanding dengan beliau, jelas belum ada
apa-apanya, tapi baru mengerti satu ilmu saja tidak mau mengamalkannya.
Malulah
bila kita yang sebelum mengerti atau paham akan ilmu adalah sama-sama pernah
tidak mengerti, lalu enggan untuk mengamalkan. Astaghfirulloh.
Tak
jarang pula, bila bertemu, beliau bertanya “koe sing tau nang Leler?” saya
mengangguk saja padahal dalam hati, saya lah bukan apa-apa hanya jolokan
-kilatan- disana beberapa hari, tepat 25 hari. Belum lagi dari 8/9 kitab hanya
dua kitab yang afsahannya/ tulisannya full tidak ada yang kosong, tapi beliau
selalu “Ulih apa?” –dapat apa?- lalu beliau tersenyum dan melanjutkan “Lah iya,
kudu ulih apa-apa, disebarna.”
Kata
beliau, lah iya, harus dapat apa-apa, diamalkan.
Bahwa
dapat apa-apa yang dimaksud adalah hasil kita dari mengaji, atau belajar yang
dengannya kita diwajibkan untuk mengamalkan.
Untuk itu, marilah kita berlomba-lomba dalam kebaikan, salah satunya yaitu mengamalkan apa yang telah kita miliki, agar sama-sama kita berjalan pada jalanNya, sebagaimana kata pepatah “Jadilah seperti kran, menyimpan air bukan untuk dirinya sendiri tapi untuk orang-orang disekitarnya.
Untuk itu, marilah kita berlomba-lomba dalam kebaikan, salah satunya yaitu mengamalkan apa yang telah kita miliki, agar sama-sama kita berjalan pada jalanNya, sebagaimana kata pepatah “Jadilah seperti kran, menyimpan air bukan untuk dirinya sendiri tapi untuk orang-orang disekitarnya.
Ingat,
“Manfangati dunia lan akhirat.”
Begitulah
kiranya beberapa yang bisa saya sampaikan, semoga kita termasuk yang di berkahi
ilmunya, yang mau dan mampu memberi kemanfaatan bagi sesama, yang memberi
pengetahuan bagi yang belum mengetahui sesuatu, yang dengan itu kita mengharap
ganjaran dari Allah, Sang pemilik segalanya.
Syukron
katsir, wallohu a’lam bisshowab.
Wassalamualaikum
warahmatullohi wabarokatuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar