Jumat, 06 Februari 2015

Surat untuk 'Amarah'


Hampir satu bulan aku dan dia tanpa sapa dan tawa seperti sebelumnya, padahal kita hidup dalam satu atap.
hanya karena dia menganggap bahwa saat hp-nya disita pengurus adalah lantaran aku yang mengadu. Padahal bukan aku. Justru pengurus telah lebih dulu mengetahui, hanya saja belum ada tindakan.
Aku yang tidak akan mengotori hatiku dengan memaki dan merasa paling benar layaknya dia..
Masih dan akan slalu teringat kata-kata yang menyakitkan dari dia saat berada d puncak kemarahannya.
Entah, padahal aku biasa-biasa saja.. Awalnya.
"Kau lebih busuk dari yg aku kira, Anjing" Itulah kesimpulan daripada aku katamu.
Lalu, bila sudah begini? aku harus bagaimana?
Mungkin hanya ini, surat yang pernah ku tulis di akun facebookku, setelah 3 hari dulu tanpa sapa. Ku ulang lagi, semoga dibaca lagi.. Aku rindu tertawa bersamamu, Siti Hajaroh..
"Sungguh jika aku tak ingat "Jangan pernah merasa
benar" Ingin sekali aku lontarkan dan kuteriakkan d
hadapanmu "Apa Salahkuu?" .
Kadang hati penuh kesah "Aku tak butuh maafmu
kawan, aku butuh maaf Tuhan. Biar kau pikir d
matamu, "Butuh Ya Merek" . biar kau kata tanpa malu,
Kawan. Mungkin wajahku terbuat dari dinding. Aku
hanya ingin menggugurkan dosaku 3 hari tanpa sapa.
Setelah itu, Aku tak peduli."
Tapi aku hidup, Sahabat.
Kalimat "Hablum minalloh dan Hablum minannas"
Masih selalu menghantui.
Aku tidak bisa lepas darinya. Dan belajar ikhlas,Aku
butuh maafmu. dengan masih sangat sombong dan tak
tau diri, "Aku yg merasa tak parah bersalah, Ah. Apa
salahku?" Tapi dengan terus melihat sikap dan matamu
yg tak pernah lembut menghadapku.
Bismillah. Karena Allah. Aku minta maaf, Sahabat."
Mungkin memang terlalu basi dengan surat itu..
Karena sejauh ini kita berada dalam satu ruang, sebulan tanpa kita yang dulu..
Hanya maafmu yang mampu menentramkan hati.. Dan satu, senyummu.

Masih ingatkah?

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar